Kamis, 30 Juni 2016

TERAPI KELOMPOK




NAMA : HENI SETIAWATI
NPM     : 14513040
KELAS : 3PA05
TUGAS : SOFSKILL 2
 
Terapi kelompok

I. Pengertian Terapi Kelompok
            Menurut Suharto (2007) Terapi Kelompok adalah salah salah satu metoda pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok sebagai media dalam proses pertolongan profesionalnya.  Terdapat definisi formal dari beberapa tokoh mengenai Terapi Kelompok (dalam  Suharto, 2007) sebagai berikut:
1.      Terapi Kelompok adalah metoda pekerjaan sosial dengan mana pengalaman-pengalaman kelompok digunakan oleh pekerja sosial sebagai medium praktik utama yang bertujuan untuk mempengaruhi keberfungsian sosial, pertumbuhan atau perubahan anggota-anggota kelompok (Margaret E. Hartford).
2.      Terapi Kelompok adalah suatu metoda khusus yang memberikan kesempatan-kesempatan kepada individu dan kelompok untuk tumbuh dalam setting-setitng fungsional pekerjaan sosial, rekreasi dan pendidikan (Harleigh B. Trecker).
3.      Terapi Kelompok adalah suatu pelayanan kepada kelompok yang tujuan utamanya untuk membantu anggota-anggota kelompok memperbaiki penyesuaian sosial mereka dan tujuan keduanya untuk membantu kelompok mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat (Nasional Association of Social Work/NASW).
            Sehingga dapat disimpulkan bahwa Terapi Kelompok adalah suatu metoda pekerjaan sosial dimana kelompok digunakan sebagai media untuk membantu anggota-anggota dalam kelompok untuk memperbaiki penyesuaian sosial mereka serta dapat mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat.
            Penekanan dalam Terapi Kelompok (dalam Slamet, 2007) ialah memahami gangguan dalam relasi interpersonal dan mengurang gangguan itu dalam setting kelompok. Anggota kelompok biasanya berkisar dari 5 sampai 10 anggota. Terapi kelompok dapat berlangsung selama beberapa minggu, beberapa bulan atau beberapa tahun dan biasanya dilakukan seminggu sekali.  Keunggulan dalam Terapi Kelompok ialah bahwa anggota kelompok dianggap mewakili suatu lingkungan interpersonal dengan lebih baik daripada hanya satu orang terapis, sehingga dapat lebih menjamin perbaikan hubungan interpersonal.

II. Cara melakukan terapi kelompok
            Menurut Zastrow (dalam Suharto, 2007) tahap-tahap dalam melakukan Terapi Kelompok ada lima, yaitu diantaranya  tahap intake, tahap asessmen dan perencanaan intervensi, tahap penyeleksian anggota, tahap pengembangan kelompok serta tahap evaluasi dan terminasi.
1.      Tahap Intake
Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan mengenai masalah spesifik yang mungkin tepat dipecahkan melalui pendekatan kelompok. Tahap ini disebut juga sebagai tahap kontrak antara pekerja sosial (terapis) dengan klien, karena pada tahap ini dirumuskannya persetujuan dan komitmen antara mereka unutk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.
2.      Tahap Asessmen dan Perencanaan Intervensi
Pemimpin kelompok bersama dengan anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahana masalah. Dalam kenyataannya, tahap ini tidaklah definitive, karena hakekatnya kelompok senantiasa berjalan secara dinamis sehingga memerlukan penyesuaian tujuan-tujuan dan rencana intervensi.
3.      Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok. Dalam beberapa kasus penyelesaian anggota kelompok didasarkan pada pertimbangan bahwa orang tersebut akan mampu memberikan kontribusi terhadap kelompok (usia, jenis kelamin, status sosial) perlu dipertimbangkan dalam tahap ini. Minat dan ketertarikan individu terhadap kelompok juga penting diperhatikan, karena anggota yang memiliki perasaan positif terhadap kelompok akan terlibat dalam berbagai kegiatan secara teratur dan konsisten.
4.      Tahap Pengembangan Kelompok
Norma-norma, harapan-harapan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul pada tahap ini, dan akan mempengaruhi serta dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas serta relasi-relasi yang berkembang dalam kelompok. Pekerja sosial pada tahap ini harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok mencapai tujuan-tujuannya.
5.      Tahap Evaluasi dan Terminasi
Pada tahap evaluasi, dilakukukan pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh. Selanjutnya, setelah melakukan evaluasi dan monitoring (monitoring adalah pemantauan proses dan keberhasilan kelompok yang dilakukan pada setiap phase), dilakukanlah terminasi atau pengakhiran kelompok. Terminasi dilakukan berdasarkan pertimbangan dan alasan sebagai berikut: (a) tujuan individu maupun kelompok telah tercapai, (b) waktu yang ditetapkan telah berakhir, (c) kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya, (d) keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota kelompok.

            Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian beasar berasal dari jenis-jenis terapi individual (Tomb, 2004), diantaranya:
1.      Kelompok Eksplorasi Interpersonal – tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tetang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik korektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung. Oleh karena itu, dapat meningkatkan harga diri. Tipe ini yang paling umum dilakukan.
2.      Kelompok Bimbingan Inspirasi – kelompok yang sangat terstruktur, kohesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya tilikan dan memaksimalkan nilai diskusi di dalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mungkin saja besar (misal, alcoholis anonymus). Anggota kelompok dipilih seringkali karena mereka “mempunyai problem yang sama”.
3.      Terapi Berorientasi Psikoanalitik – suatu teknik kelompo dengan struktur yang longgar, terapis melakukan interpretasi tentang konflik nirsadar pasien dan memprosesnya dari observasi interaksi antar anggota kelompok.

III.  Manfaat Terapi Kelompok
Beberapa manfaat yang didapatkan dari Terapi Kelompok yaitu diantaranya:
1.      Dapat membentuk perubahan perilaku terhadap  dari  klien. Perubahan perilaku yang diubah mengarah pada kebiasaan dari klien sehingga klien mendapatkan pemahaman kenapa perilaku yang sudah menjadi kebiasaannya dianggap tidak diharapkan kelompok.
2.      Membentuk sosialisasi
3.      Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive dan adaptasi.
4.      Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.
5.      Dapat meningkatkan identitas diri si klien.
6.      Klien dapat menyalurkan emosi secara konstruktif.
7.      Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
8.      Meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

IV. Kasus-kasus yang diselesaikan dalam Terapi Kelompok
            Kasus-kasus yang biasa diselesaikan dalam Terapi Kelompok yaitu diantaranya kecanduan alkohol, obat-obat terlarang, rokok, kemalasan bekerja, konflik antar pegawai, dan lain sebagainya. Beberapa kasus di atas biasanya dialami oleh para pegawai yang bekerja di dunia industri. Contoh kasus lainnya seperti kecemasan, perilaku kekerasan pada penderita skizofrenia, kenakalan remaja, dll.  Terapi Kelompok sangat cocok/sesuai untuk mengatasi masalah-masalah seperti kasus di atas.

V. Rangkuman dari satu contoh kasus dalam Terapi Kelompok
            Kesulitan utama dalam usaha berhenti merokok adalah minimnya motivasi untuk berhenti. Kondisi itu bisa ditanggulangi apabila seseorang yang ingin berhenti turut ambil bagian dalam terapi yang melibatkan individu lain yang juga sedang berupaya menghentikan kebiasaan itu. Adanya contoh konkrit bisa menjadi pendorong atau pembangkit motivasi seseorang untuk berhenti merkok.
            Dalam suatu terapi kelompok di Klinik Stop Rokok, Rumah Sakit Sahid Sahirman, Sudirman, Jakarta, diagendakan materi berbagi pengalaman dan cerita individu yang tengah berusaha berhenti merokok. Disini dihadirkan seseorang sebagai contoh konkrit yang berhasil berhenti merokok kemudian menceritakan pengalamannya selama menjalani proses berhenti merokok. Pengalaman dan cerita itu selanjutnya menjadi bahasan dari para peserta (klien) dalam terapi kelompok. Beberapa pembahasan yang dibahas oleh para peserta misalnya, “Apakah langkah yang dilakukan sudah tepat atau belum? Lalu, langkah selanjutnya apa?” Biasanya, solusinya muncul sendiri dalam pemikiran individu yang bersangkutan. Tugas psikolog disini adalah hanya mengarahkan dan memediasi. Sesekali psikolog boleh memberikan solusi apabila ada semacam kompleksitas yang dialami individu. Kompleksitas yang dimaksud adalah persoalan yang belum bisa ditemukan solusinya oleh individu yang mengikuti terapi. Dalam terapi kelompok untuk kasus seperti ini sangat membutuhkan komitmen yang kuat dari klien sendiri, sebab tidak mudah bagi klien untuk mengikuti proses terapi kelompok dari awal sampai selesai dimana terjadi perubahan perilaku yang diharapkan. Berhasilnya seseorang untuk dapat berhenti merokok selain efektivitas kehadiran orang lain yang memotivasi, juga harus diikuti dengan kesadaran diri dari si individu untuk merubah kebiasaan perilaku merokok menjadi tidak merokok.

VI.  DAFTAR PUSTAKA
            Sasongko, A & Pitakasari, A.R. (2011). Cari motivasi untuk berhenti merokok? Coba temukan teman senasib. Republika. Diakses pada tanggal 9 Mei 2015, dari http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/11/07/13/lo9h8i-cari-motivasi-untuk-berhenti-merokok-coba-temukan-teman-senasib

            Slamet, I.S.S & Markam, S. (2007). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Penerbit  Universitas Indonesia (UI-Press).

            Suharto, E. (2007). Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Bandung: Refika Aditama.

TERAPI KELUARGA


nama : Heni setiawati
Npm  : 14513040
kelas  : 3pa05
tugas  : sofskill
 


Terapi keluarga
A. Pengertian Terapi Keluarga
Terapi keluarga merupakan proses bantuan kepada individu dengan melibatkan para anggota keluarga lainnya dalam upaya memecahkan masalah yang dialami. Terapi keluarga dapat dilakukan untuk permasalahan dan ketidaknyamanan yang sumbernya lebih banyak berasal dari keadaan keluarga. Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku, perkembangan simtom dan cara pemecahannya. Terapi keluarga dapat dilakukan sesama anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga mengusahakan supaya keadaan dapat menyesuaikan, terutama pada saat antara yang satu dengan yang lain berbeda
B. Cara Melakukan Terapi Keluarga
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 perjanjian, fase 2 kerja, fase 3 terminasi.
1. Fase Perjanjian
Perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama.
2. Fase Kerja
Keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada.
3. Fase Terminasi
Di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.
C. Manfaat Terapi Keluarga
Manfaat untuk pasien yaitu mempercepat proses kesembuhan melalui dinamika kelompok atau keluarga. Memperbaiki hubungan interpersonal pasien dengan tiap anggota keluarga atau memperbaiki proses sosialisasi yang dibutuhkan dalam upaya rehabilitasinya.
Manfaat untuk keluarga yaitu memperbaiki fungsi dan struktur keluarga sehingga peran masing – masing anggota keluarga lebih baik.
D. Kasus-Kasus yang Diselesaikan dalam Terapi Keluarga
Pada terapi keluarga kasus yang diselesaikanantara lain, kenakalan remaja, hubungan perkawinan, hubungan ketidakharmonisan antara anak dan orang tua, prestasi belajar pada anak, masalah antara saudara.
E. Contoh Kasus yang Menggambarkan terapi Keluarga
Kasus Akhir-akhir ini banyak keluarga terganggu oleh berbagai masalah seperti masalah ekonomi, perselingkungan, kejenuhan, munurunnya kewibawaan orang tua karena mereka memperlihatkan prilaku yang kurang terpuji seperti mabuk-mabukan, berjudi sehingga membuat suami istri saling bermusuhan. Kebanyakan kasus-kasus seperti ini diajukan ke Pengadilan Agama yang menyelesaikan kasus-kasus keluarga hanya berdasar agama saja tanpa dianalisis dari sisi psikologis, yaitu seberapa jauh Konseling yang membuat Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia perkembangan emosi suami istri yang bermasalah itu dapat mengancam keutuhan sebuah keluarga, disisi lain bagaimana komunikasi yang diciptakan sehingga timbul persoalan-persoalan kesalahpahaman diantara masing-masing pihak. Dari sinilah diusahakan agar masing-masing suami-istri itu dapat mengungkapkan perasaan, kemarahan, kesedihan, kekesalan, keterhinaan dan keterancaman.Ungkap seluasluasnya sehingga dia kembali normal. Jika hal ini terjadi maka akan muncul pikiran sehatnya. Dia akan ingat anak-anak akibat perceraian yaitu yang akan menderita adalah anak-anak, jika terjadi permufakatan maka perceraian dapat dihindarkan. Dari sinilah maka konseling perkawinan sebagai salah satu upaya untuk memberikan bantuan sehingga dapat terwujud keluarga bahagia.

Konsep Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga. Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social. Contohnya, klien yang menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya. Menurut teori awal dari psikopatologi, lingkungan keluarga dan interksi orang tua- anak adalah penyebab dari perilaku maladaptive.
Penelitian mengenai terapi keluarga dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang Antropologis bernama Gregory Bateson yang meneliti tentang pola komunikasi pada keluarga pasien skizofrenia di Palo Alto, California. Penelitian ini menghasilkan 2 konsep mengenai terapi dan patologi keluarga, yaitu :
1.   The double bind (ikatan ganda) adalah munculnya gangguan terjadi saat salah satu anggota membaik tetapi anggota keluarga lain menghalang-halangi agar keadaan tetap stabil.
2.   family homeostasis (kestabikan keluarga) adalah Bagaimana keluarga menjaga kestabilannya ketika terancam.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan fungsi anggota keluarga maka sistem dalam keluarga musti dipengaruhi dengan melibatkan seluruh anggota keluarga bukan individual atau perorangan.
Adanya gangguan dalam pola komunikasi keluarga adalah inti dari double bind. Ini terjadi bila ‘korban’ menerima pesan yang berlawanan/bertentangan yang membuat sulit bertindak konsisten dan memuaskan. Anak diberitahukan bahwa ia harus asertif dan membela haknya namun diwaktu yang sama dia diharuskan menghormati orangtuanya, tidak menentang kehendaknya, dan tidak pernah menanyakan/menuntut kebutuhan mereka. Apa yang dikatakan berbeda dengan yang dilakukan. Keadaan ini selalu ditutupi dan disembunyikan, sehingga si ‘korban’ tidak pernah menemukan sumber dari kebingungannya. Jika komunikasi ini (double bind communication) terjadi berulang kali, akan mendorong perilaku skizoprenik.
Kemudian timbul kontrovesi mengenai teori double bind ini, khususnya dengan faktor gentik dan sosiologi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia. Hal ini kemudian melahirkan penelitian untuk pengembangan terapi keluarga.
Teori keluarga memiliki pandangan bahwa keluarga adalah fokus unit utama. Keluarga inti secara tradisional dipandang sebagai sekelompok orang yang dihubungkan oleh ikatan darah dan ikatan hukum. Fungsi keluarga adalah sebagai tempat saling bertukar antara anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional setiap individu. Untuk menjaga struktur mereka, sistem keluarga memiliki aturan, prinsip-prinsip yang memungkinkan mereka untuk melakukan tugas-tugas hidup sehari-hari. Beberapa peraturan yang dinegosiasikan secara terbuka dan terang-terangan, sedangkan yang lain terucap dan rahasia. Keluarga sehat memiliki aturan yang konsisten, jelas, danditegakkan dari waktu ke waktu tetapi dapat disesuaikan dengan perubahan perkembangan kebutuhan keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki peranan yang jelas terkait dengan posisi sosial mereka.
Terapi keluarga sering dimulai dengan fokus pada satu anggota keluarga yang mempunyai masalah. Khususnya, klien yang diidentifikasi adalah remaja laki-laki yang sulit diatur oleh orang tuanya atau gadis remaja yang mempunyai masalah makan. Sesegara mungkin, terapis akan berusaha untuk mengidentifikasi masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga bermasalah sering percaya pada  pemahaman tentang arti penting dari komunikasi.
Terapi keluarga mengajarkan penyelesaian tanpa paksaan, mengajarkan orang tua untuk menetapkan kedisiplinan pada anak-anak mereka, mendorong tiap anggota keluarga untuk berkomunikasi secara jelas satu sama lain, mendidik anggota keluarga dalam prinsip perubahan perilaku, tidak menekankan kesalahan pada satu anggota akan tetapi membantu anggota keluarga apakah hyarapan terhadap anggota yang lain masuk akal.
Pendekatan berpengaruh yang lain disebut strategi atau terapi keluarga terstruktur. Disini, terapis berusaha menemukan problem utama dari masalah klien dalam konteks keluarga, bukan sebagai masalah individual. Tujuannya adalah untuk mengurangi sikap menyalahkan yang mengarah pada satu orang. Contohnya, terapis menyampaikan bahwa perilaku menentang dan agresif dari remaja mungkin adalah tanda dari ketidakamanan remaja atau alasan untuk mendapatkan perhatian yang lebih dari ayahnya. Pada banyak keluarga yang mengalami stress, pesan emosional begitu tersembunyi sehingga anggota keluarga lebih sering berbicara tanpa berbuat. Mereka sering mengasumsikan bahwa mereka dapat “saling membaca pikiran masing-masing”.
Saat ini, terapi keluarga terstruktur telah disesuaikan untuk membawa faktor budaya yang mungkin berpengaruh pada terapi keluarga dari kelompok etnis tertentu. Untuk membawa keluarga ke terapi, membuat mereka tetap kembali, harus ada perjanjian keluarga yang disusun untuk menghindari hal-hal berikut :
1.    penolakan anak untuk mengikuti terapi,
2.    sikap ambivalen ibu dalam memasukkan keluarganya ke dalam terapi,
3.    penolakan keberadaan seorang ayah dalam keluarga
4.    anggota keluarga tetap berusaha menjaga rahasia keluarga dari orang asing.
Terapi keluarga biasanya diberikan saat pasien sudah dewasa sebagai hasil dari keluarga yang patologis. Terapi individual mungkin tidak berguna karena kondisi keluarga yang tidak mendukung.
Kondisi keluarga itu bisa mengganggu kepribadian dan tingkah laku pasien. Namun jika memungkinkan, tritmen bagi penderita skizofrenia atau borderine yang masih awal dengan memanfaatkan seluruh anggota yang ada mungkin bisa berguna. Terapi dimulai dengan fokus pada masalah yang dialami pasien dalam keluarga dan kemudian anggota keluarga menyampaikan/memberikan kontribusi masing-masing. Terapis bertugas untuk mendorong seluruh anggota keluarga untuk mau terasa terlibat dalam masalah yang ada bersama-sama.
Terapis keluarga biasa dibutuhkan ketika :
1.    Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga
2.    ketidak harmonisan seksual atau perkawinan
3.    konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan

Tujuan Terapi Keluarga
Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan dengan keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga tersebut ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa yang sebenarnya terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi ini, juga memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau keluarga dekat yang berpengaruh. Ada cara tercepat dalam terapi dimana terapis keluarga membuat usaha untuk mempengaruhi seluruh anggota keluarga dengan menunjukan cara dimana mereka berinteraksi dalam sesi keluarga itu. Kemudian, setiap anggota keluarga diminta menyampaikan harapan untuk perkembangan diri mereka sebaik mungkin, umumnya untuk menyampaikan komitmen pada terapis.
Tujuan jangka panjang bergantung pada bagian terapis keluarga, apakah sebagian besar yang dilakukan untuk mengembangkan status mengenali pasien, klarifikasi pola komunikasi dlm keluarga, dll. Dalam survey, responden diminta menyebut tujuan primer dan sekunder mereka, untuk seluruh keluarga, kedalam 8 kemungkinan tujuan. Tujuan yang disebut sebagai tujuan primer ‘mengembangkan komunikasi’ untuk seluruh keluarga, ternyata lebih dipilih ‘mengembangkan otonomi dan individuasi’. Sebagian memilih ‘pengembangan symptom individu’ dan ‘mengembangkan kinerja individu’. Memfasilitasi fungsi individu adalah tujuan utama dari terapi individual, tetapi para terapis keluarga melihat sebagai bukan yang utama dalam proses perubahan keluarga yang luas, khususnya sistem komunikasi dan sikap anggota keluarga yang menghormati anggota lainnya.

Model terapi dalam keluarga
1.    Experiental / Humanistic
Tujuan dari terapi ini adalah insight, kematangan psikoseksual, penguatan fungsi ego, pengurangan gejala patologis, dan memuaskan lebih banyak relasi obyek. Kerangka umumnya adalah kejadian saat ini yaitu data terkini dan dari pengalaman yang diobservasi secara langsung. Aturan dari proses ketidaksadaran adalah pilihan bebas dan kesadaran akan kemampuan diri lebih penting dari pada motivasi yang tidak disadari. Fungsi utama dari terapis adalah sebagai fasilitator aktif pada potensi-potensi untuk pertumbuhan dan menyediakan keluarga pada pengalaman baru. Jenis-jenis terapi yang digunakan dalam pendekatan experimental / humanistic adalah sebagai berikut:
a. Terapi pengalaman (Experiental or symbolic family therapy). Menggunakan pendekatan non-teoritis dalam terapi tetapi lebih menekankan pada proses, yaitu sesuatu yang terjadi selama tahapan terapi keluarga dan bagaimana setiap orang mengalami perasaan-perasaan dan perubahan pada perilakunya.
b. Gestalt family therapy. Menekankan pada pengorganisasian diri secara menyeluruh. Fokus utamanya adalah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri (self support).
c. Humanistik. Terapis berperan dalam memperkaya pengalaman keluarga dan memperbesar kemungkinan setiap anggota keluarga untuk menyadari keunikan dan potensi mereka yang luar biasa.
d.  Pendekatan proses / komunikasi. Terapis dan keluarga bekerjasama untuk menstimulasi proses healting-promoting. Pendekatan yang digunakan adalah mengklarifikasi adanya ketidaksesuaian dalam proses komunikasi diantara anggota keluarga.

2.    Bowenian
Tujuan terapi adalah memaksimalkan diferensiasi diri pada masing-masing anggota keluarga. Kerangka umumnya dari Bowen adalah mengutamakan masa kini dan tetap memperhatikan latar belakang keluarga. Aturan dari ketidaksadaran adalah konsep terkini yang menyatakan konflik yang tidak disadari meskipun saat ini tampak pada masa interaktif. Fungsi utama dari terapis adalah langsung tapi tidak konfrontasi dan dilihat melalui penyatuan keluarga. Bowen mencoba menjembatani antara pendekatan yang berorientasi pada psikodinamika yang menekankan pada perkembangan diri, isu-isu antar generasi dan peran-peran masa lalu dengan pendekatan yang membatasi perhatian pada unit keluarga dan pengaruhnya dimasa kini.
Bowen menggunakan 8 konsep dalam sistem hubungan emosional dalam keluarga yang digunakan Bowen untuk menganalisis kasus adalah sebagai berikut:
a.    Perbedaan individu
b.    Triangulasi
c.    Sistem emosional keluarga
d.   Proses proyeksi keluarga
e.    Pemutusan emosional
f.     Proses penularan multigenerasi
g.    Posisi saudara kandung
h.    Regenerasi masyarakat

3.    Psikodinamika
Tujuan dari terapi psikodinamika ini adalah pertumbuhan, pemenuhan lebih banyak pada pola interaksi yang lebih. Psikodinamika memandang keluarga sebagai sistem dari interaksi kepribadian, dimana setap individu mempunyai sub-sistem yang penting dalam keluarga, sebagaimana keluarga sebagai sebuah sub-sistem dalam sebuah komunitas. Terapis menjadi fasilitator yang menolong keluarga untuk menentukan tujuannya sendiri dan bergerak kearah mereka sebagaiman sebuah kelompok. Fungsi utama dari terapis bersikap netral artinya membuat intepretasi terhadap pola perilaku individu dan keluarga.

4.    Behavioral
Tujuan dari terapi behavioral adalah merubah konsekuensi perilaku antara pribadi yang mengarah pada penghilangan perilaku maladaptif atau problemnya kerangka umum dari pendekatan behavioral adalah masa kini yang lebih memfokuskan pada lingkungan interpersonal yang terpelihara dan muncul terus dalam pola perilaku terkini. Fungsi utama dari terapis adalah direktif, mengarahkan, membimbing atau model dari perilaku yang diinginkan dan negoisasi kontrak. Jenis terapi keluarga yang biasa digunakan dalam pendekatan behaviora:
a.    Behavioral marital therapy
b.    Behavioral parent therapy

5.    Struktural
Tujuan dari model pendekatan struktural adalah perubahan pada konteks hubungan dalam rangka rekonstruksi organisasi keluarga dan merubah pola disfungsi transaksional. Kerangka umumm pendekatan struktural adalah masa kini dan masa lalu yaitu struktur keluarga dipandang dari pola transaksional permulaan, dengan kata lain struktur keluarga masa kini dipengaruhi oleh pola-pola transaksional sebelumnya. Fungsi dari terapis adalah direktur panggung, yaitu memanipulasi struktur keluarga dalam rangka mengubah setting disfunsional. Pendekatan yang biasa digunakan adalah:
a.    Menyusun ulang kesatuan disfungsional
b.    Teknik intervensi struktural

6.    Komunikasi
Tujuan pendekatan komunikasi adalah mengubah perilaku disfungsional dan rangkaian perilaku yang tidak diinginkan antara anggota keluarga serta memperbanyak sekuensi perilaku diantara anggota keluarga untuk mengurangi timbulnya masalah-masalah dan simtom-simtom kerangka umum dari pendekatan komunikas adalah masa kini yaitu problem terkini atau perilaku yang sedang terjadi berulang secara konsisten antar individu. Fungsi dari terapis adalah aktif, manipulatif, problem fokus, paradoksial dan memberikan petunjuk.

Pendekatan Terapi Keluarga
1.    Network therapy
Secara  logika,  terapi  keluarga  adalah  perluasan  dari  simultan  dengan semua  yang  tersedia  dari  system  kekeluargaan,  teman,  dan  tetangga serta  siapa  saja  yang  berkepentingan  untuk  memupuk  rasa  kekeluargaan   ( Speck and Attneave, 1971).
2.    Multiple-impact therapy
Multiple-impact  therapy  biasanya  dapat  membantu  remaja pada  saat  mengalami  krisis  situasi. Tim kesehatan mental bekerja dengan keluarga yang beramasalah selama dua hari. Setelah dibei pengarahan, anggota tim akan dipasangkan dengan  salah satua atau lebih anggota keluarga dengan beberapa varisasi kombinasi. Mungkin ibu dan putrinya dapat ditangani oleh satu orang terapist, sedangkan ayah ditangani secara individual sepert halnya anak laki-lakinya. Bila dibutuhkan regroup diperbolehkan untuk mengeksplorasi maslah keluarga yang rumit. Tujuan dari terapi adalah untuk reorganisasi sistem keluarga sehingga dapat terhindar dari malfungsi. Diharapkan sistem keluarga menjadi lebih terbuka dan adaptif, untuk itu terus dilakukan followup.
3.    Multiple- family and multiple- couple group therapy
Masa  kegiatan  kelompok  keluarga  selanjutnya  menimbulkan  suatu  keadaan  yang  biasa  untuk  membantu  masalah  emosional. Model  ini,  partisipan  tidak  dapat  memeriksa  satu  persatu  dengan  mentransaksi  keluarga  kecil  mereka  tetapi  mengalami  simultan  mengenai  masalah  ekspresi  oleh  keluarga  dan  pasangan  suami  istri. Dengan  demikian,  terapi  kelompok  ini  dapat  menunjang  pemikiran  pada  pasangan  suami  istri.


DAFTAR PUSTAKA

Becvar, Dorothy S. Becvar, Raphael J. 1976.Family Teraphy ( A systematic Intregation). Adivision of  Simon & Schester, Inc. Needham Height; Massachusetts.

Korchin, Sheldon J. 1976.Modern Clinical Psychology. Basic Books, Inc. Publishers: New York.

Nietzel, Michael. 1998. Introduction To Clinical Psychology. Simon & Schuster /  Aviacom Company. Upper Saddle River: New Jersey.

Almasitoh, Ummu Hany. (2012). Model Terapi dalam Keluarga. Magistra.